Kamis, 10 September 2009

7. Renungan Pemberdayaan W/KI GMIM
Edisi Oktober-November 2009
1 November 2009

I Samuel 8: 1- 22.

Latar Belakang Naskah
Isi pokok kitab I Samuel ialah Samuel Mempersiapkan Kerajaan. Siapakah Samuel ? Ia adalah tokoh peralihan dari zaman hakim-hakim ke zaman kerajaan. Ia pernah mengalahkan orang-orang Filistin di Mizpa, bukan dengan menghunus pedang tetapi dengan doa. Ia juga digambarkan sebagai seorang nabi dan pelihat. Ia secara rutin mempersembahkan korban dan berpakaian imam seolah-olah ia seorang imam, dan sebagai seorang hakim ia juga menjadi pemutus perkara dan perselisihan pada semua suku. Pendek kata, ia melakukan berbagai tugas yang diperlukan dalam komunitas Israel. Dalam hal ini, ia hampir serupa dengan tokoh Musa, apalagi menjelang akhir hidupnya ia menyampaikan wejangan perpisahan dan wasiat rohani (pasal 12).
Ada dua persoalan yang hendak dijawab dalam kitab ini, yaitu pertama, siapakah yang akan menjadi raja? Kedua, siapakah yang akan menggantikan raja itu?
Bagian alkitab yang kita baca hari ini menceritakan tentang keinginan umat Isreal untuk memperoleh raja yaitu dengan memohon kepada Samuel agar ia mengangkat raja bagi mereka bukan dari anak-anaknya yang berprilaku buruk itu.

Khotbah : Jabatan dan Demokrasi

Ada ungkapan yang sudah sangat lama kita tahu dan yang sampai sekarang masih kita dengar dan atau pakai yaitu : ‘buah jatuh tidak jauh dari pohonnya’. Tanpa kita ingat bahwa bila pohon berada di tanah yang miring apalagi bila di bawahnya ada aliran sungai, maka pastilah buah yang jatuh dari pohon akan ‘pergi’ jauh-jauh sekali. Nah… ayat 1-3 secara khusus menceritakan fakta bahwa anak-anak Samuel yaitu Yoel dan Abia tidak hidup seperti ayahnya. Mereka berdua yang diangkat Samuel menjadi hakin atas orang-orang Israel ternyata tidak hidup seperti ayah mereka. Sebaliknya mereka mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan keadilan. Padahal tugas seorang hakim pada waktu itu ialah melayani umat Tuhan dengan benar dan adil. Jadi, sudah jelas sejak dahulu kala, ungkapan di atas tidak sepenuhnya benar. Begitu juga pada masakini kita mendengar, menyaksikan bahkan mungkin mengalami sendiri bahwa ada orangtua yang kelakuannya tidak baik, tetapi anaknya menjadi orang yang baik bahkan sangat baik.
Kembali kepada maksud ayat 1-3 tadi. Karena anak-anak-anak Samuel tidak dapat melanjutkan tugas dari ayah mereka sebagai Hakim atas bangsa Israel, maka para tua-tua meminta Samuel untuk mengangkat seorang raja. Alasan mereka ialah agar ada yang memerintah mereka seperti yang terjadi pada bangsa-bangsa lain. Permintaan mereka ini disampaikan oleh Samuel kepada Tuhan. Tuhan meresponnya dengan mengatakan Samuel hendaknya mendengarkan permintaan itu, memperingatkan dan memberitahu mereka tentang hak raja. Di sini dimaksudkan agar mereka tahu akan segala konsekuensi memiliki seorang raja. Ada hak raja dan ada kewajiban rakyat/umat seperti yang tertuang dalam ayat 11-18. Adanya hak raja berarti berkurangnya hak rakyat yaitu rakyat harus merelakan sebagian miliknya untuk kebutuhan hidup sang raja dan kerajaannya. Rakyat harus memberi apa yang menjadi hak raja karena raja mempunyai kewajiban terhadap para pegawainya. Hak raja yang mengharuskan rakyat menyerahkan apa yang ada padanya bahkan sampai menjadi budak sekalipun, ternyata tidak menyurutkan niat mereka untuk mendesak Samuel agar mereka memiliki seorang raja. Akhirnya, atas firman Tuhan, permintaan mereka dikabulkan.
Nah … ada beberapa hal yang menjadi bahan pelajaran iman bagi kita di masakini yaitu :
Pertama : jabatan orangtua tidak serta merta dapat diwariskan kepada anak-anak. Tidak semua anak sama baiknya dengan orangtua. Kalau memang orangtua bermaksud mewariskannya maka haruslah dipersiapkan dengan matang dan tentu saja atas restu Tuhan. Anak-anakpun tidak dapat menerima begitu saja ‘warisan’ itu tanpa bertanggungjawab atas keperluan atau kepentingan atau maksud jabatan itu.




Kedua, kehendak untuk mendapatkan seorang raja atau pemimpin bukan semata agar menjadi sama dengan bangsa lain. Melainkan kesadaran akan tanggungjawab menjadi suatu bangsa yang dipimpin langsung oleh seorang manusia dengan segala hak-haknya. Kesadaran itu harus ada agar rakyat jangan seenaknya ‘berteriak’ kepada Allah bila raja tersebut tidak melaksanakan tugasnya dengan baik atau sesuai harapan rakyat.
Ketiga, Tuhan Allah melalui Samuel mengajarkan cara berdemokrasi yang santun. Mendengar, mengingatkan dan memberi informasi apa adanya adalah kegiatan dan proses berdemokrasi yang harus dikerjakan oleh seorang fasilitator. Samuel di sini bertindak sebagai perantara umat dengan Tuhan atau sebagai fasilitator sedangkan umat/bangsa yang memutuskan sendiri.
Keempat, Tuhan Allah itu sangat peduli dengan segala kehendak manusia. Karena itu Ia bersedia mendengar melalui hamba-Nya Samuel. Namun, Ia memberi wawasan agar manusia melakukan sesuatu dengan sadar. Umat dibelajarkan untuk tidak asal minta atau ‘iko rame’.
Kiranya, kita kaum perempuan/kaum ibu gereja dapat mengambil sikap yang berkenan kepada-Nya bila dihadapkan pada masalah-masalah jabatan dan kuasa. Apalagi kita baru saja selesai dengan proses pemilihan pelayan khusus tingkat jemaat. Semoga mereka yang terpilih betul-betul menerapkan prinsip kepemimpinan demokratis berdasarkan kehendak-Nya. Amin

Materi Diskusi
- Mengapa ada anak yang menjadi tidak baik atau berprilaku buruk padahal orangtuanya terkenal baik dan menjadi panutan banyak orang ? Ceritakanlah pengalaman, pengamatan dan pendapat ibu-ibu!
- Ceritakanlah pengalaman ibu-ibu tentang hal berdemokrasi dalam keluarga, gereja dan masyarakat.

Implementasi
Praktekkanlah kepemimpinan demokratis a.l. melalui kegiatan kepanitian atau kelompok kerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar