Selasa, 27 Juni 2017

Renungan BAKI PGI, Sabtu Sunyi, 26 Maret 2016

Renungan untuk BAKI PGI 2016
Sabtu Sunyi  , 26 Maret 2016
Pembacan Alkitab : Ratapan 3:1-9, 19-24; Masmur 31:1-4, 15-16; I Petrus 4:1-8; Yohanes 19:38-42

Yesus dikuburkan untuk kehidupan berkualitas
 Sekarang ini ada jenazah yang tidak  ‘dikuburkan’ di dalam tanah atau di dalam gua, melainkan dikremasikan. Juga antara  peristiwa kematian dan waktu penguburan  memerlukan waktu yang panjang seperti di Toraja.  Apapun juga tempat dan waktu peristiwa penguburan itu, satu hal yang pasti ialah ada peristiwa kematian dan penguburan. Penguburan Yesus adalah salah satu bukti bahwa Ia pada satu pihak adalah manusia adanya, seperti kita manusia. Hanya saja penguburannya dengan penguburan kita berlatar dan bermakna berbeda.
Kemarin kita mengingat dan merayakan hari kematian-Nya, Jumat Agung. Kematian-Nya sebagai tanda solidaritas dengan kita manusia yang berdosa. Prosesnya penuh derita bukan karena sakit atau kecelakaan. Derita karena dikhianati oleh salah seorang murid-Nya, yang mestinya paling tahu tentang siapa Gurunya, ajaran-Nya, etika-Nya, kehidupan-Nya – ya praxis-Nya. Derita karena mengedepankan kebenaran dengan cara tidak membela diri-Nya sendiri sebagaimana terungkap dalam  dialognya dengan Pilatus. Dengan begitu, maka penguburan-Nya menjadi bukti keikhlasan-Nya menanggung derita kehidupan yang ditimpakan kepada-Nya, yang seharusnya ditanggung oleh manusia. Penguburan-Nya adalah tanda kerelaan-Nya untuk menanggung dosa-dosa manusia dan isi dunia ini. “…Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran…” (18:37).
Dengan penguburan, maka kedirian-Nya lengkap hilang ‘ditelan’ bumi. Menyatu dengan bumi, tak kelihatan dan tak berbekas. Purnalah pengorbanan diri-Nya. Namun, seperti biji-bijian yang ditanam di dalam tanah untuk bertumbuh menjadi tumbuhan yang baru, demikianlah penguburan-Nya bukanlah akhir dari misi-Nya. Ia bangkit dan menang untuk kemenangan kita. Seperti syair lagu dalam Kidung Jemaat 341 “Kuasa-Mu dan Nama-Mulah…”
Tahap-tahap kehidupan sebagai manusia telah Ia lalui. Lahir, berkarya, wafat dan dikuburkan.  Yang istimewa dari tahap-tahap ini ialah antara karya dan wafat, Ia menderita;  antara penderitaan dan kematian sampai wafat ada fakta Ia disalibkan.
Lalu, apa artinya penguburan-Nya bagi kita? Kebenaran dan keadilan adalah bagian utuh dari hakikat dan tanda dari kehidupan yang berselamat. Penguburan adalah simbol dari tuntasnya perjuangan untuk banyak orang. Dosa manusia bukan hanya disalibkan, tetapi lebih dari itu dikuburkan. Untuk dapat hidup baru, hidup berkualitas benar dan adil, kita harus meninggalkan total kehidupan dosa di masa lampau. Dengan kata lain, bertobat, ya…berbalik sama sekali. Jangan menyisakan sedikitpun sifat dan  karakter lama, bila ingin memasuki cara hidup baru. Hidup ini tidak cukup hanya dengan menggaungkan visi dan misi yang luar biasa bahkan nyaris ‘sempurna’ bila ditinjau dari sudut kekristenan. Harus diaktakan dalam proses yang benar, dalam sifat dan karakter yang benar, dengan tulus tanpa pamrih. Terlalu sering kita mendengar ada para orator, pengkhotbah di lapangan-lapangan terbuka, para guru/dosen (juga teolog) yang pinternya luar biasa. Tetapi dalam hidup sehari-hari tidak ia aktakan. Bahkan saya sempat dengar ungkapan ini “dengar apa yang saya katakana, tapi jangan lihat apa yang saya lakukan”. Waw…di sinilah letaknya permasalahan besar dan dalam di Negara dan bahkan dalam ‘menggerja’ kita. Semakin banyak orang mencapai tingkat pendidikan tinggi, bahkan dengan cara-cara dan proses yang tidak benar. Hasilnya terbukti dalam karya abdi yang buruk, yang tidak berakar dalam kehendak-Nya. Dalam studi institute tentang Ekklesiologi “Menggeraja Secara Baru”, Juni 2015, terungkap kira-kira begini ‘banyak yang menyebut diri hamba Tuhan, tetapi yang menerobos masuk dalam antrean panjang dan mendapat tempat duduk terhormat…’

Satunya kata, ide, visi dan akta,perbuatan, fakta tidak ‘nyambung’ bahkan tidak ada. Integritas tidak nampak. Para pemimpin (gereja) harus lebih dulu berbenah diri, bertobat, menyatukan kata dan perbuatan. Bukankah pemimpin adalah contoh? Lihatlah Dia, Anak Manusia, Yesus. Dialah contoh kita. Kehendak dan karya serta sifat/karakter-Nya adalah visi dan misi para pemimpin. Tetapi, bila para pemimpin tidak melakukannya, marilah kita yang dipimpin melakukannya. Sebab Yesus adalah contoh langsung. Kita beriman kepada-Nya, bukan kepada para pemimpin gereja. Kita adalah kawan sekerja-Nya di dalam dunia yang diciptakan ‘baik adanya’. Ingatlah senantiasa Yesus dikuburkan untuk kehidupan baru yang berkualitas terandalkan. Semoga! (KAK)

Renungan BIna Ibu, minggu 4 September 2008

Renungan Pemberdayaan W/KI
edisi Agustus-September 2008
minggu ke-4 September 2008
                                                               Mazmur 101: 1-8
                                                 Berjanji berarti kita berhutang kepada-Nya
Pada tanggal 30 September 2008 ini, Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) yaitu saudara-saudara dan saya memperingati komitmen atau janji kita bersama untuk melaksanakan kehendak yang Tuhan Allah berikan yaitu melanjutkan tugas memberitakan Injil di dalam dan dari tanah Minahasa. Untuk itu kita bersyukur karena Ia memperkenankan kita menjadi kawan sekerja-Nya, sehingga dalam rentang waktu 74 tahun (1934-2008) GMIM terus hadir dan berkarya. Kita semua mengalami berbagai tantangan. Dalam memaknai tantangan itu kita sering kurang mampu mengisinya dengan karunia-Nya yang luar biasa yang kita masing-masing dan bersama miliki. Kita kurang mampu menata kekayaan pemberian-Nya itu. Bahkan sering kita salah mengisi tantangan itu, sehingga  kita menjadi penyebab masalah dalam gereja dan dalam hubungan dengan kehidupan bermasyarakat. Coba kita perhatikan berbagai masalah sosial kemasyarakatan di daerah kita ini seperti a.l. yang diberitakan oleh koran-koran lokal kita. Apa yang kita baca? Apa yang kita dengar? Apa yang kita lihat?  Siapa pelakunya ? Apa masalahnya? .........  Apa kira-kira yang menyebabkannya? Lalu, apa artinya menjadi orang percaya, orang Kristen-warga GMIM ? Apa artinya dengan banyaknya gedung gereja yang terus direnovasi mengikuti perkembangan jaman ? Apa artinya dengan banyaknya jenis ibadah dan banyaknya kegiatan komisi pelayanan kategorial BIPRA ?
Marilah kita belajar ulang tentang apa janji kita kepada-Nya dalam bergereja (GMIM) atau lebih luas  lagi menjadi orang Kristen – orang percaya.
Mazmur 101 berisikan nazar atau janji seorang raja. Mari kita lihat isi janji itu. Pertama, kasih setia dan hukum Tuhan dinyanyikan atau dimazmurkan. Dalam hidup umat Israel mengasihi dan setia kepada Allah dinyatakan dengan mengikuti segala ketentuan atau peraturan-Nya seperti yang tertuang dalam Sepuluh Hukum Tuhan. Kedua, hidup tidak bercela dan hidup dalam ketulusan hati di dalam rumah. Ini penting, bahwa mulai di dalam rumah sendiri hidup tak bercela dan dengan tulus hati maka akan berpengaruh di luar rumah.  Rumah adalah tempat pertama dan utama pendidikan berlangsung. Ketiga, perkara dursila dan perbuatan murtad dibenci. Keempat, hati yang bengkok dan kejahatan menjauh atau tidak dipraktekan. Kelima, orang yang tidak berani menegur teman secara terang-terangan dan sombong atau tinggi hati tidak disukai.
Nah... dari kelima hal ini kita mendapati sepuluh prilaku hidup yang harus dijauhi atau ditiadakan dalam kehidupan bersama mulai dari dalam rumah sendiri. Sungguh luar biasa nazar atau janji seorang raja. Raja di sini dapat berarti pemimpin. Pemimpin itu dapat berarti a.l orang tua, orang dewasa, guru, pimpinan suatu organisasi/lembaga. Yah ... dapat berarti semua orang yang percaya kepada Tuhan Allah yang ia percayai sebagai pemberi petunjuk hidup yang agung, yang menyelamatkan.
Jelaslah bahwa hidup beriman termasuk bergereja adalah soal hubungan manusia dengan Tuhan yang harus nyata dalam hidup yang baik, jujur, setia, adil dan benar. Beriman dan bergereja adalah soal ajaran dan etika atau prilaku hidup. Bila kita mengaku percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat kita, maka hal itu harus terbukti dalam kehidupan sehari-hari yang menjauhi perbuatan-perbuatan jahat. Tidak cukup hanya mengaku iman dalam kata-kata, tetapi harus dibuktikan dalam pergaulan dengan sesama dan dengan alam sekitar. Bagi para pelayan khusus (pelsus) gereja terutama para pendeta dan guru agama pekerja tetap GMIM, mempunyai tanggungjawab utama dalam melaksanakan nazar atau janji bergereja GMIM. Kalau para pelsus ini melakukan tugasnya dengan baik dan benar, maka para pelsus (penatua dan syamas) pun akan mengikutinya, meskipun tidak otomatis. Dengan begini, pelayanan gereja bagi anggota jemaat berjalan benar. Saya ingat slogan waktu HUT ke 177 Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen di tanah Minahasa pada bulan Juni lalu yaitu  “aku bangga jadi warga GMIM”. Semoga demikian.
Dengan pembacaan Alkitab ini, selaku warga GMIM kita diingatkan agar marilah kita beragama atau bergereja yang fungsional atau yang berfungsi atau berperan baik dan benar, bukan hanya beragama/bergereja ritual seremonial. Terjadinya masalah-masalah sosial antara lain disebabkan oleh tidak berfungsi baik keberagamaan kita. Terus sibuk beribadah dan berderma, tetapi kejahatanpun tetap terjadi bahkan makin meningkat dan semakin banyak orang yang tidak segan-segan menyatakan diri miskin hanya sekedar untuk memperoleh bantuan, lalu ada yang betul-betul susah/miskin tetap miskin di tengah kemegahan gedung gereja.
Bila setiap pendeta, guru agama, penatua, syamas setia melakukan janji/ nazar bergereja dalam masyarakat, maka kejahatan akan makin lama makin berkurang. Bila kita  sebagai kaum perempuan gereja menjadi pelopor melakukan kehendak Tuhan seperti yang kita baca tadi, maka GMIM ke depan akan betul-betul jadi berkat bagi masyarakat. Bila janji para pelsus sewaktu diteguhkan dilaksanakan dengan benar, maka masalah-masalah organisasi struktural dalam GMIM tidak akan terjadi atau kalaupun itu terjadi akan segera diselesaikan.
Kebanggaan kita warga GMIM ialah meskipun di tengah banyak permasalahan baik internal ( ke dalam) maupun eksternal (keluar), Tuhan Yesus tidak membiarkan kita dan masih mempercayai kita jemaat-jemaat untuk menjadi rekan sekerja-Nya di tanah Minahasa. Tetaplah ingat : Janji adalah hutang. Bila janji tidak kita penuhi, maka kita berhutang kepada-Nya. Amin

Catatan :

Bila pertanyaan-pertanyaan pendahuluan belum dipercakapkan, dapat dilakukan sesudah perenungan selesai. Atau dapat melanjutkan diskusi lebih dalam lagi. Untuk itu pemimpin ibadah harus dapat menyiapkan tambahan pertanyaan sesuai kebutuhan setempat, seperti a.l pertanyaan menyangkut program rutin kompelka wanita/kaum ibu yang kebanyakan hanya terbatas untuk ibadah seremonial dan arisan serta tabungan.

Renungan BIna Ibu, minggu 2 September 2008

Bahan Renungan Bina Ibu
Edisi Agustus-September 2008
Minggu II September 2008
                                                               Mazmur 98 : 1-9
                  Keselamatan adalah keadilan, kasih setia dan kebenaran Allah diberlakukan
        Keselamatan adalah satu kata yang sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Selamat pagi, selamat siang, selamat malam, selamat bertemua atau selamat bakudapa, selamat makan, selamat tidur, selamat bekerja, selamat jalan, selamat berjuang, selamat berbahagia adalah rangkaian dua kata yang mengungkapkan  kenyataan dan harapan yang ditujukan satu orang kepada orang lain. Pendek kata selamat itu menyangkut kehidupan kita dalam segala bidang. Tetapi sering kali dalam bidang agama, kita mendengar selamat itu hanya berhubungan dengan soal rohani yaitu bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan. Kita sering mendengar pengajaran gereja yang hanya menekankan keselamatan rohani, bahwa yang penting hubungan kita dengan Tuhan itu baik. Kita rajin beribadah, aktif dalam gereja. Mungkin pengajaran inilah yang menyebabkan sehingga terjadi ketidakadilan, kasih setia tidak tulus, ketidakbenaran. Mungkin pengajaran seperti ini yang menyebabkan orang Kristen merasa 'enjoy' saja dengan berlaku tidak adil, tidak setia dan tidak benar. Rajin beribadah dan aktif dalam gereja sering menjadi kegiatan untuk menutupi banyak perbuatan tidak baik.
        Oleh sebab itu, marilah kita belajar dari berita Alkitab hari ini : apakah keselamatan hanyalah soal rohani ? Mazmur 98 adalah ungkapan iman pemazmur sebagai salah seorang dari persekutuan umat Allah atau mewakili umat Allah pada jamannya. Jelas sekali dinyatakan bahwa Keselamatan adalah perbuatan tangan Allah yang ajaib. Nah ..., karena Allah pemrakarsa keselamatan maka hanya Dialah tujuan segala perbuatan   kita.  Perbuatan kita bukan untuk 'membujuk dan merayu' Dia, tetapi untuk menyatakan bahwa kita selamat di dalam dan oleh Dia. Oleh sebab itu, maka pembacaan Alkitab kita hari ini menjelaskan kepada kita bahwa keselamatan dari Allah itu adalah soal hakikat hidup kita sehari-hari yaitu keadilan, kasih setia dan kebenaran. Tiga hal ini berkaitan satu dengan yang lain. Keadilan adalah saat di mana yang salah dan yang benar dinyatakan. Terlalu sering kita mendengar dan menyaksikan serta mengalami sendiri ketidakjelasan antara yang salah dan yang benar. Sekalipun ada suatu lembaga peradilan negara, namun ketidakjelasan itu terus terjadi. Contoh kasus korupsi dan masalah tanah warisan. Kasih setia adalah saat di mana hubungan antar manusia terjadi tanpa perbedaan status sosial dan peran. Kita mengasihi dan setia dalam kasih itu karena manusianya, bukan karena status sosial dan perannya. Nah sering kali dalam hidup keseharian kita, tali kasih saudara bersaudara menjadi retak karena kepentingan jabatan dan kuasa. Sering pula kasih setia antara suami-isteri, orang tua-anak    berkurang karena himpitan ekonomi dan mengejar karier menjadi lebih utama.  Keadilan dan kasih setia Allah terarah pada kebenaran Allah. Kebenaran Allah adalah mutlak. Ia yang menentukan kebenaran yang sejati, yaitu agar manusia mengalami keselamatan. Bagi yang benar akan tetap dibenarkan, dan bagi yang salah akan ditunjukkan kesalahannya dan dituntun untuk berjalan pada jalan yang benar. Seringpula kita mendengar ada orang yang sudah dinyatakan salah tidak mengakuinya dnegan berusaha untuk membenarkan diri. Contoh kasus korupsi : membuat kembali segala dokumen agar dapat dibenarkan oleh pengadilan. Apalagi bila 'uang pelicin' disertakan. Begitu pula ada putusan pengadilan yang menyatakan salah orang yang benar, karena yang bersangkutan tidak punya relasi 'orang dalam' tambah lagi tidak ada 'uang pelicin'. Sungguh memprihatinkan hidup bermasyarakat kita bila hal ini terus menerus terjadi. Bukankah sebagian besar masyarakat di tanah Minahasa ini adalah warga gereja, warga GMIM?  Bukankah sebagian besar pelaku berbagai masalah kemasyarakatan adalah warga GMIM?
         Kita semua bertanggungjawab atas segala persoalan ketidakadilan, kekurangan kasih setia dan ketidakbenaran yang terjadi, sebab kita adlah Gereja. Kita ada sebagai persekutuan orang-orang yang percaya dan mengakui Yesus sebagai Juruselamat kita. Amin

Pertanyaan untuk diskusi :
-       Apa yang dapat kita lakukan untuk memperkecil masalah-masalah dalam masyarakat seperti ketida-adilan, ketidak-setiaan, dan ketidakbenaran ?

-       Apa usul kita agar dalam ibadah-ibadah ada kesempatan untuk melihat bersama masalah-masalah sosial yang terjadi dalam lingkungan hidup kita ?