Renungan Pemberdayaan W/KI
edisi Agustus-September 2008
minggu ke-4 September 2008
Mazmur 101: 1-8
Berjanji berarti kita berhutang kepada-Nya
Pada tanggal 30 September 2008
ini, Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) yaitu saudara-saudara dan saya
memperingati komitmen atau janji kita bersama untuk melaksanakan kehendak yang
Tuhan Allah berikan yaitu melanjutkan tugas memberitakan Injil di dalam dan
dari tanah Minahasa. Untuk itu kita bersyukur karena Ia memperkenankan kita
menjadi kawan sekerja-Nya, sehingga dalam rentang waktu 74 tahun (1934-2008)
GMIM terus hadir dan berkarya. Kita semua mengalami berbagai tantangan. Dalam
memaknai tantangan itu kita sering kurang mampu mengisinya dengan karunia-Nya
yang luar biasa yang kita masing-masing dan bersama miliki. Kita kurang mampu
menata kekayaan pemberian-Nya itu. Bahkan sering kita salah mengisi tantangan
itu, sehingga kita menjadi penyebab
masalah dalam gereja dan dalam hubungan dengan kehidupan bermasyarakat. Coba
kita perhatikan berbagai masalah sosial kemasyarakatan di daerah kita ini
seperti a.l. yang diberitakan oleh koran-koran lokal kita. Apa yang kita baca?
Apa yang kita dengar? Apa yang kita lihat?
Siapa pelakunya ? Apa masalahnya? ......... Apa kira-kira yang menyebabkannya? Lalu, apa
artinya menjadi orang percaya, orang Kristen-warga GMIM ? Apa artinya dengan
banyaknya gedung gereja yang terus direnovasi mengikuti perkembangan jaman ? Apa
artinya dengan banyaknya jenis ibadah dan banyaknya kegiatan komisi pelayanan
kategorial BIPRA ?
Marilah kita belajar ulang
tentang apa janji kita kepada-Nya dalam bergereja (GMIM) atau lebih luas lagi menjadi orang Kristen – orang percaya.
Mazmur 101 berisikan nazar atau
janji seorang raja. Mari kita lihat isi janji itu. Pertama, kasih setia dan
hukum Tuhan dinyanyikan atau dimazmurkan. Dalam hidup umat Israel mengasihi dan
setia kepada Allah dinyatakan dengan mengikuti segala ketentuan atau peraturan-Nya
seperti yang tertuang dalam Sepuluh Hukum Tuhan. Kedua, hidup tidak bercela dan
hidup dalam ketulusan hati di dalam rumah. Ini penting, bahwa mulai di dalam
rumah sendiri hidup tak bercela dan dengan tulus hati maka akan berpengaruh di
luar rumah. Rumah adalah tempat pertama
dan utama pendidikan berlangsung. Ketiga, perkara dursila dan perbuatan murtad
dibenci. Keempat, hati yang bengkok dan kejahatan menjauh atau tidak
dipraktekan. Kelima, orang yang tidak berani menegur teman secara terang-terangan
dan sombong atau tinggi hati tidak disukai.
Nah... dari kelima hal ini kita
mendapati sepuluh prilaku hidup yang harus dijauhi atau ditiadakan dalam
kehidupan bersama mulai dari dalam rumah sendiri. Sungguh luar biasa nazar atau
janji seorang raja. Raja di sini dapat berarti pemimpin. Pemimpin itu dapat
berarti a.l orang tua, orang dewasa, guru, pimpinan suatu organisasi/lembaga.
Yah ... dapat berarti semua orang yang percaya kepada Tuhan Allah yang ia
percayai sebagai pemberi petunjuk hidup yang agung, yang menyelamatkan.
Jelaslah bahwa hidup beriman
termasuk bergereja adalah soal hubungan manusia dengan Tuhan yang harus nyata
dalam hidup yang baik, jujur, setia, adil dan benar. Beriman dan bergereja
adalah soal ajaran dan etika atau prilaku hidup. Bila kita mengaku percaya
kepada Yesus sebagai Juruselamat kita, maka hal itu harus terbukti dalam
kehidupan sehari-hari yang menjauhi perbuatan-perbuatan jahat. Tidak cukup
hanya mengaku iman dalam kata-kata, tetapi harus dibuktikan dalam pergaulan
dengan sesama dan dengan alam sekitar. Bagi para pelayan khusus (pelsus) gereja
terutama para pendeta dan guru agama pekerja tetap GMIM, mempunyai
tanggungjawab utama dalam melaksanakan nazar atau janji bergereja GMIM. Kalau
para pelsus ini melakukan tugasnya dengan baik dan benar, maka para pelsus
(penatua dan syamas) pun akan mengikutinya, meskipun tidak otomatis. Dengan
begini, pelayanan gereja bagi anggota jemaat berjalan benar. Saya ingat slogan
waktu HUT ke 177 Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen di tanah Minahasa pada
bulan Juni lalu yaitu “aku bangga jadi
warga GMIM”. Semoga demikian.
Dengan pembacaan Alkitab ini,
selaku warga GMIM kita diingatkan agar marilah kita beragama atau bergereja
yang fungsional atau yang berfungsi atau berperan baik dan benar, bukan hanya
beragama/bergereja ritual seremonial. Terjadinya masalah-masalah sosial antara
lain disebabkan oleh tidak berfungsi baik keberagamaan kita. Terus sibuk
beribadah dan berderma, tetapi kejahatanpun tetap terjadi bahkan makin
meningkat dan semakin banyak orang yang tidak segan-segan menyatakan diri
miskin hanya sekedar untuk memperoleh bantuan, lalu ada yang betul-betul
susah/miskin tetap miskin di tengah kemegahan gedung gereja.
Bila setiap pendeta, guru agama,
penatua, syamas setia melakukan janji/ nazar bergereja dalam masyarakat, maka
kejahatan akan makin lama makin berkurang. Bila kita sebagai kaum perempuan gereja menjadi pelopor
melakukan kehendak Tuhan seperti yang kita baca tadi, maka GMIM ke depan akan
betul-betul jadi berkat bagi masyarakat. Bila janji para pelsus sewaktu
diteguhkan dilaksanakan dengan benar, maka masalah-masalah organisasi
struktural dalam GMIM tidak akan terjadi atau kalaupun itu terjadi akan segera
diselesaikan.
Kebanggaan kita warga GMIM ialah
meskipun di tengah banyak permasalahan baik internal ( ke dalam) maupun
eksternal (keluar), Tuhan Yesus tidak membiarkan kita dan masih mempercayai
kita jemaat-jemaat untuk menjadi rekan sekerja-Nya di tanah Minahasa. Tetaplah
ingat : Janji adalah hutang. Bila janji tidak kita penuhi, maka kita berhutang
kepada-Nya. Amin
Catatan :
Bila pertanyaan-pertanyaan
pendahuluan belum dipercakapkan, dapat dilakukan sesudah perenungan selesai.
Atau dapat melanjutkan diskusi lebih dalam lagi. Untuk itu pemimpin ibadah
harus dapat menyiapkan tambahan pertanyaan sesuai kebutuhan setempat, seperti
a.l pertanyaan menyangkut program rutin kompelka wanita/kaum ibu yang
kebanyakan hanya terbatas untuk ibadah seremonial dan arisan serta tabungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar